Minggu, 22 Agustus 2010

Aku Wanita Mujahidah Sejati

Aku Wanita Mujahidah Sejati..
Yang tercipta dari tulang rusuk lelaki yang berjihad,
Bilakah kan datang seorang peminang menghampiriku mengajak untuk berjihad
Kelak ku akan pergi mendampinginya di bumi Jihad
Aku telah bersiap sedia dengan semua syarat yang diajukannya
Cinta Allah, Rasul dan Jihad Fisabilillah
Aku rela berkelana mengembara dengannya lindungi Dienullah
Ikhlas menyebarkan dakwah ke penjuru bumi Allah
Tak mungkin ku pilih dirimu jika dunia lebih kau damba
Terlupa kampung halaman, sanak saudara bahkan harta yang terpendam
Hidup terasing asalkan di akhirat bahagia
Bila aku setuju dan kaupun tidak meragukanku
Bulat tekadku untuk menemanimu
Aku Wanita mujahidah pilihan
Yang mengalir di nadiku darah lelaki yang berjihad
Bilakah kan datang menghampiriku seorang peminang yang penuh ketawadhu`an
Kelak bersamanya kuharungi bahtera lautan jihad
Andai tak siap bisa kau pilih
Agar kelak batin, jiwa dan ragamu tak terusik
Terbebani dengan segala kemanjaanku, kegundahanku, kegelisahanku terlebih keluh kesahku
Sebab meninggalkan dakwah kerana lebih mencintaimu
Dan menanggalkan pakaian taqwaku kerana laranganmu
Tak mungkin aku memilihmu
Bila yang fana lebih kau cinta
Lupa akan kemilau dunia dan remangnya lampu kota
Lazatnya makanan dan lajunya makar durjana
Meniti jalan panjang di medan jihad
Yang ada hanya darah dan airmata tertumpah serta debu yang beterbangan
Keringat luka dan kesyahidan pun terulang
Jika masih ada ragu tertancap dihatimu
Teguhkan azamku untuk lupakan dirimu
Aku wanita dari bumi Jihad
Dengan sekeranjang semangat berangkat ke padang jihad
Persiapkan bekal diri menanti pendamping hati, pelepas lelah serta kejenuhan
Tepiskan semua mimpi yang tak bererti
Adakah yang siap mendamaikan hati?
Kerana tak mungkin kulanjutkan perjalanan ini sendiri
Tanpa peneguh langkah kaki dan pendamping perjuangan
Yang melepaskanku dengan sepotong doa
Meraih syahid adalah tujuan utama Robbi..
Terdengar panggilanMu untuk meniti jalan redha-Mu
Ku harapkan pertolongan dari Mu…
Menemani perjalanan ini

10 karakter Muslimah Muslim Sejati

Karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat islam maupun tertegaknya sistem islam dimuka bumi serta menjadi tiang penyangga peradaban dunia.
Kesepuluh karakter itu adalah :

Salimul Aqidah, Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.

Shahihul Ibadah, Benar Ibadahnya menurut AlQur'an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid'ah yang dapat menyesatkannya.

Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).

Qowiyul Jismi, Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Alloh SWT.

Mutsaqoful Fikri, Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

Qodirun 'alal Kasbi, Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Mujahidun linafsihi, Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.

Haritsun 'ala waqtihi, Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh SWT.

Munazhom Fii Su'unihi, Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.

Naafi'un Li Ghairihi, Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.


Mudah-mudahan dengan kesepuluh karakter yang dikemukakan diatas menjadikan kita termotivasi untuk dapat merealisasikannya dalam diri kita.Amin.

Catatan:
* 10 karakter Muslim/Muslimah sejati ini dirumuskan oleh Hasan Al Banna

Senin, 16 Agustus 2010

Konsep Pernikahan Dalam Islam

Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.

Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Islam mengajarkannya.

Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas kendala-kendalanya.

Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin semarak.

Melalui risalah singkat ini. Anda diajak untuk bisa mempelajari dan menyelami tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Anda akan diajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan.

Mestikah kita bergelimang dengan kesombongan dan kedurhakaan hanya lantaran sebuah pernikahan ..?
Na’udzu billahi min dzalik.
Wallahu musta’an.

MUQADIMAH

Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.

Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-Baqarah : 30).

Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (An-Nisaa’ : 21).

Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur oleh Islam secara rinci dan detail.

Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan yang paling sah dan benar adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahih (yang sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat kita.

Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN

Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya.

Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).

A. Islam Menganjurkan Nikah

Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).

B. Islam Tidak Menyukai Membujang

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata:
Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari semua tanggung jawab”.Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.

Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.

Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
“Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
(An-Nur : 32).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu).

Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20).

TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”. (Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-Baqarah : 230).

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa’ah
b. Shalihah a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam

Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur lewat materi saja.

Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
“Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).

b. Memilih Yang Shalihah

Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :
“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)”. (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat. 4.

Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl : 72).

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.

Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.

TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

1. Khitbah (Peminangan)

Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).

2. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.

Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

3. Walimah

Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”. (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri).

SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN

1. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran” terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.

2. Tukar Cincin
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)

3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu sangat lemah. (Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).

4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis…!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?”. (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam, maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).

5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah

Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin (=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.Dari Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’ Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : “Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya :”Lalu apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?”.
‘Aqil menjelaskan :
“Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (= Mudah-mudahan Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan). Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).
Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :
“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii khoir”
Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
‘Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan do’a : (Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan, Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad 2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi 7:148).

6. Adanya Ikhtilath

Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari semuanya. 7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.

KHATIMAH
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman :
“Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum : 21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.
Marilah kita berupaya untuk melakasanakan perkawinan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan, tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).
“Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)
Amiin. Wallahu a’alam bish shawab.

===================================================================

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.

(QS.At-Thalaq:2-6)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

(QS.Ali-Imraan:102)

Minggu, 15 Agustus 2010

Supaya Hati Kian Mantap Untuk Berjilbab

Jilbab adalah identitas seorang muslimah. Jilbab merupakan pembeda antara wanita muslim dengan yang kafir. Namun pada kondisi saat ini ternyata ada banyak hal yang perlu menjadi PR bagi kita bersama sebagai muslim. Tidak bisa dipungkiri, seiring dengan berkembangnya peradaban dan pola pikir manusia, hakikat jilbab ternyata juga ikut mengalami pergeseran-pergeseran, entah ke arah positif maupun negatif.
Kenapa harus berjilbab ?
Pada dasarnya, hukum berjilbab bagi seorang wanita muslim adalah wajib seperti layaknya wajibnya sholat lima waktu bagi muslim yang sudah baligh. Kenapa wajib? Karena seperti halnya sholat lima waktu, perintah berjilbab pun ada dalilnya di dalam Al Qur’an, merupakan perintah yang datangnya langsung dari Allah SWT. Sebagaimana firman Allah di dalam QS. Al Ahzab : 59 yang artinya :“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dan ternyata perintah berjilbab tidak hanya ditegaskan sekali saja, namun masih ada ayat lain yang juga memperkuat hukum berjilbab :
“Dan katakanlah kepada para wanita yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya….” ( QS. An-Nur: 31)
Nah, jangan keliru dan salah menafsirkan ayat-ayat ini. Bukan berarti bahwa hanya istri dan putri Nabi saja yang diwajibkan berjilbab. Kitapun sebagai muslimah diwajibkan berjilbab. Lalu apa saja sih yang selama ini menjadi kendala untuk berjilbab? Apa saja yang menjadi faktor keragu-raguan untuk berjilbab ? Ini dia beberapa kendala yang mungkin dialami oleh sepersekian saudari kita :
1. Tidak diperbolehkan oleh orang tua.
Nah, yang ini adalah kasus umum yang sering terjadi. Kemungkinan adalah karena masih kurangnya pemahaman orang tua tentang Islam. Maka perlu ada pendekatan personal, tapi jangan frontal.
2. Belum mengetahui adanya perintah berjilbab.
Mungkin karena kurangnya pengetahuan bahwa sebenarnya jilbab itu wajib bagi seluruh wanita muslim. Mungkin saja karena ia jarang mengikuti kajian Islam, belum mempelajari Al Qur’an hingga ke terjemahannya, atau mungkin karena ia tinggal di daerah konservatif, terpencil ataupun di “kawasan hitam” perkotaan. Mungkin ada satu lagi golongan yang mengetahui ilmunya, mempunyai pemahaman yang baik terhadap Islam, namun salah menafsirkan sehingga manganggap bahwa jilbab tidak wajib karena disesuaikan dengan konsep perkembangan peradaban manusia.
3. Tuntutan profesi.
Mungkin bidang kerjanya sebagai model, pramugari, polwan, dsb. Posisi ini adalah posisi yang memang serba sulit.
4. Pandangan yang terlalu sempit.
Mungkin saja karena mengatasnamakan nasionalisme atau apalah namanya, akhirnya menganggap bahwa jilbab itu merusak toleransi antar umat beragama (SARA). Padahal kalau di Indonesia sendiri, Bhinneka Tunggal Ika diartikan sebagai pemersatu bangsa sekaligus sebagai wujud penghargaan terhadap perbedaan. Jadi seharusnya jika kita masih menjunjung tinggi semboyan kita itu, maka berilah kebebasan kepada para muslimah untuk berjilbab.
5. Pengambilan sample yang salah terhadap muslimah yang berjilbab.
Hal ini misalnya dengan menganalogikan hal yang satu dengan yang lainnya. Ada orang yang berjilbab namun tingkah lakunya masih kurang sesuai dengan syari’at. Lantas hanya dengan satu sample itu maka dijadikan suatu stereotype terhadap seluruh perempuan berjilbab. Akhirnya mengambil kesimpulan dari satu pengalaman saja tanpa melihat pada banyak hal yang lain. Akhirnya muncul pendapat bahwa lebih baik tidak berjilbab namun kelakuan baik daripada berjilbab tapi kelakuannya kurang baik. Nah, ini dia salahnya. Seharusnya kita tahu bahwa manusia diciptakan berbeda satu sama lain. Kenapa tidak kita ciptakan saja pendapat “yang terbaik adalah berjilbab dan kelakuannya baik” pada diri kita?
6. Anggapan bahwa jilbab membatasi aktivitas.
Ehmm..kata siapa berjilbab itu ribet dan membatasi aktivitas. Itu pasti karena belum terbiasa saja. Kalau sudah terbiasa pasti enjoy aja. Nyatanya sekarang ini justru banyak jilbaber-jilbaber yang menjadi “orang penting” di dalam organisasinya. Mereka tetap bebas bergerak, masih tetap bisa berolahraga.
“Maa anzalna alaykal qur’aana li tasqaa” (Sungguh Kami turunkan Al-Qur’an tidak untuk menyusahkanmu).
Allah menciptakan hukum Islam bukan untuk menyulitkan hambaNya melainkan untuk melindungi hambaNya. Jilbab ibarat perisai bagi muslimah, menutup aurat supaya terjaga dari pandangan pria yang bukan muhrimnya.
7. Faktor pribadi
Merasa lebih cantik jika tanpa jilbab? Ah, itu salah besar. Justru jika berjilbab, kulit kita akan terlindungi debu dan panas terik matahari. Ya, ngga?!.
Merasa rugi jika selagi masih muda tidak bisa berpenampilan secara bebas mengikuti trend dan mode? Waduh, dasar cewek. Emangnya zaman sekarang ga ada model jilbab yang modis ya? Ada tuh…Sudah banyak kok model-modelnya, mulai dari warna, corak dan bentuk. Tapi, disini harus tau lah membedakan antara yang jilbab syar’i (sesuai dengan syariat Islam) dengan yang hanya asal pakai saja. Jangan jadi orang yang asal pakai jilbab saja. Memakai jilbab harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam yakni menutup dada dan tidak transparan. Hal ini juga harus diikuti dengan pemakaian busana yang longgar, tidak memperlihatkan aurat dan lekuk tubuh. Jangan mau menjadi korban mode tanpa jilbab, yang mempertontonkan aurat kepada siapa saja secara gratis!
Takut dibilang seperti ibu-ibu? Nggak juga tuh…! Cuek bebek aja lagi. Justru banyak pria sholeh dan dari kalangan baik-baik yang bakal demen, yakin deh…^-^. Ups, tapi inget ya, bukan itu tujuan berjilbab. (Di dalam Islam diajarkan untuk menjaga hati dan pandangan loh..).
”Katakanlah kepada orang-orang mukmin untuk menjaga pandangan mata mereka…”(QS. An-Nur : 30)
Takut susah mendapatkan jodoh/ pekerjaan? Tunggu dulu nih…Salah jika berpendapat seperti itu. Jodoh dan rizki adalah ketentuan Allah, jadi manusia hanya mengusahakan saja. Harus tetap optimis. Di dalam Al Qur’an disebutkan bahwa wanita yang baik-baik adalah untuk pria yang baik pula. Nah, perempuan sholihah berjilbab pasti bakal dipertemukan dengan pria yang baik dan sholih pula. Cinta yang tumbuh adalah cinta karena Allah. Sedangkan pria yang menyukai wanita tidak berjilbab, ada kemungkinan bahwa cintanya bukan karena Allah tapi karena hawa nafsu. Kalau pekerjaan, carilah pekerjaan yang baik dimana hak kita sebagai muslim pun tetap dihargai.
Merasa belum pantas berjilbab karena merasa belum pandai ilmu Islam? Bukan jadi masalah. Semua butuh proses, tapi yang paling penting adalah tunaikanlah dulu kewajiban berjilbab. Setelah mampu berjilbab secara fisik, maka sedikit demi sedikit kita bisa membuat jilbab untuk hati. Semuanya itu secara bertahap, tidak bisa seketika. Seperti halnya proses penciptaan manusia dan alam semesta, proses perbaikan diri pun bertahap tidak seketika jadi.
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,…(QS. Huud :7)
8. Fitnah terhadap Islam yang selama ini tersebar.
Mungkin jika di tanah air pada tahun-tahun sebelumnya pernah tersebar isu jilbab “ninja”, maka yang sekarang muncul adalah isu terorisme yang mana Islam dikambinghitamkan, bahkan perempuan bercadar ikut dicurigai. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah saat orang-orang yang mengaku beragama Islam juga ikut memojokkan Islam dengan mencurigai wanita berjilbab lebar, pria berjenggot maupun madrasah-madrasah. Hal inilah salah satu yang menjadi kekhawatiran masyarakat tentang pemakaian jilbab, dalam artian takut terlibat menjadi orang yang dicurigai dengan hal-hal yang seperti itu, sehingga takut untuk mengenakan jilbab.
Dan masih banyak lagi faktor-faktor lain yang mungkin tidak tersebutkan disini yang mungkin anti sekalian alami di saat sekarang ini.
Nah, bagi anti sekalian yang sudah mempunyai niat berjilbab, ada beberapa tips yang mungkin bisa dicoba sejak sekarang supaya hati kian mantap untuk berjilbab :
1. Bulatkan niat untuk berjilbab.
Innamal a’malu binniyat. Tetapkan hati, mulai dari hal-hal yang kecil, misalnya mengenakan pakaian yang ada dalam batas kesopanan. Lalu, saat niat memakai jilbab muncul, bersegeralah memakainya, jangan menunggu terlalu lama hingga akhirnya keraguan itu muncul kembali. Buatlah komitmen pribadi, sekali memakai jilbab jangan bongkar pasang lagi. Ingat perintah Allah, jangan mencari-cari lagi dalil lain yang ternyata salah penafsiran. Luruskan niat berjilbab adalah karena Allah, bukan karena hal lain. Bukan karena ingin mendapatkan pujian dari orang lain atau pun bukan karena menyukai pria yang suka pada muslimah berjilbab. Jangan sampai niat kita salah dan menjadi sia-sia karena tidak terhitung mendapatkan pahala.
“Barang siapa yang melakukan sesuatu amal yang bukan perintah kami(Allah dan RasulNya), maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim)
Bagi yang masih terhalang karena belum diijinkan oleh orang tua, coba lakukan pendekatan personal, berikan pemahaman sedikit demi sedikit. Saya yakin antum yang lebih mengetahui karakter orangtua antum.
2. Sering-sering mempelajari Al Qur’an beserta maknanya, juga membaca buku-buku Islam.
3. Lebih sering datang ke majelis ilmu.
Datang pada acara kajian Islam sedikit demi sedikit akan menyadarkan kita akan pentingnya “nutrisi” untuk ruh kita. Apa yang kita dengarkan jangan begitu saja dilupakan, namun untuk diingat dan diamalkan. Jadilah golongan yang “sami’na wa atha’naa” (kami mendengar dan kami laksanakan), jangan seperti kaum kafirun yang “sami’na wa ashaynaa” (kami mendengar dan kami bantah).
4. Bergaul dengan orang yang mempunyai pemahaman agama yang lebih baik.
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Harus banyak bergaul dengan teman-teman yang sholihah.
5. Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu.
6. Tetap berprestasi dengan jilbab yang syar’i.
Jadilah muslimah yang berprestasi. Tunjukkan pada orang tua kita, sahabat kita, orang yang ada di sekitar kita bahwa jilbab bukan menjadi penghalang bagi aktivitas dan prestasi kita. Dan satu lagi, jangan lupa refresh kembali arti jilbab syar’i…
Syukur-syukur kalau kita sudah berjilbab, bisa mengajak saudari-saudari kita yang lain…^-^
Eits, satu lagi, setelah berjilbab, jaga jarak, jaga hati dan jaga pandangan pada lawan jenis. Jangan terlena jika ada yang bersimpati…(hmmm…maklum sih, soalnya anti jadi terlihat tambah anggun, teduh, intelek dan sholihah…^^)
Semoga artikel sederhana ini bisa bermanfaat bagi saya maupun para pengunjung blog ini (amiin..). Dan saya ucapkan selamat berhijrah menunaikan perintah Allah bagi yang belum sempat menunaikan perintah berjilbab..^-^
Ma’annajah…
(Yang menulis belum tentu lebih baik dari antum..)

http://ae89crypt5.wordpress.com/2009/07/28/supaya-hati-kian-mantap-untuk-berjilbab/

Minggu, 08 Agustus 2010

Ngaji mingguan alias liqo minggu ini baru aja dapet materi yang teramat sangat berat dari sang murobbi. Bab Munakahat! Waduh... ampun deh! Mencurigakan...! Mau ada apaan nih? Walhasil... temen-temen se-grup pun pada kaget. Ketawa-ketiwi gak jelas, berhubung masih ada 3 orang dalam grup yg masih single bin jomblo, sisanya udah pada double. Lalu dilanjutkan dengan ledekan para bapak-bapak itu kepada para jomblowan. Udah gitu pake dikasih selembar kertas pula...

Isinya apaan coba? Contoh format isian biodata tentang diri untuk ikhwan & akhwat yang berencana akan melakukan ta'aruf (ehemm.... hihihihihi) . Kayak gini nih isinya: Di samping daftar isian berikut akan diberikan penjelasan seperlunya.

1. Nama : (Cukup jelas)

2. Tempat/tanggal lahir : (Cukup jelas)

3. Agama : Kudu Islam

4. Jenis kelamin : Penting untuk ditulis dan diketahui

5. Suku : Sebutkan dengan jelas, Asmatkah, Dayak, Jawa, atau Sunda?

6. Status Perkawinan : Belum menikah, sudah menikah, atau berstatus duda/janda

7. Pekerjaan : (Cukup jelas)

8. Jabatan pekerjaan : Diisi jika ada

9. Penghasilan per bulan : Penting untuk ditulis dan diketahui

10. Riwayat pendidikan : Mulai sekolah dasar sampe pendidikan terakhir

11. Riwayat organisasi : (Cukup jelas)

12. Nama orang tua kandung : (Cukup jelas)

13. Nama orang tua angkat : Diisi jika ada

14. Alamat orang tua : (Cukup jelas)

15. Pekerjaan orang tua : (Cukup jelas)

16. Anak ke/dari : (Cukup jelas)

17. Nama-nama saudara : (Cukup jelas)

18. Hobi/kesenangan : Tulis yang memang kita sukai. Jika gak ada, ya gak perlu ditulis.

19. Perilaku baik : Sebutkan perilaku baik yang paling menonjol. Tidak untuk ‘ujub apalagi narsis. Contoh: baik hati, tidak suka marah, tidak sombong, rajin menabung (halah... kayak anak pramuka bgt!), suka menolong, hemat tapi gak pelit, ringan tangan membantu sesama, dan masih banyak lagi yang lainnya.

20. Perilaku buruk : Sebutkan perilaku buruk yang paling menonjol. Ini kebalikan dari contoh perilaku baik seperti yang telah disebutkan di atas. Semisal: ngambekan, lelet, pemarah, dan lain-lainnya. Tetapi jangan membuka aib masa lalu yang sudah ditutupi oleh Allah dan memang gak perlu untuk diketahui.

21. Penyakit : Ditulis jika ada penyakit berat atau menahun. Penyakit-penyakit yang bisa disembuhkan dengan obat-obatan yang dijual di warung-warung gak perlu untuk ditulis. Kayak panu, kadas, kurap, batuk, pusing-pusing terkecuali memang penyakit itu berat. Ungkapin juga kapan penyakit itu diderita, sudah atau sedang dialami.

22. Penggambaran fisik : Sebenarnya dengan melihat foto yang dilampirkan dalam biodata ini sudah mencukupi. Tetapi tidaklah mengapa untuk diungkapkan terutama masalah tinggi dan berat badan. Agar calon pasangan nggak "meraba-raba" seberapa ideal sosok calon pasangannya.

23. Tujuan menikah : Ungkapkan sejujurnya. Nggak perlu berbunga-bunga dan sewajarnya aja. Kalo bagi saya, ungkapan yang wajar dan sederhana adalah misalnya seperti ini: “untuk bisa menjaga diri saya.”

24. Keinginan setelah menikah : Utarakan keinginan terpendam kamu bahwa setelah menikah itu apa yang kamu inginkan pada pasangan kamu. Semisal, ingin jadi ibu rumah tangga saja, gak boleh ada televisi di rumah, senantiasa berdakwah, masalah keuangan dipegang oleh istri, tetap melanjutkan kuliah, ingin berumah tangga ala rasulullah, dan masih banyak lagi contoh-contoh keinginan yang lainnya. Ini sebenarnya awal dari sebuah memorandum of understanding secara singkat dan tertulis sebelum pembicaraan lebih lanjut mengenai itu pada saat ta’aruf.

25. Kriteria pasangan : Ini diisi jika yang mau menikah belum tahu siapa calon pasangannya dan memasrahkan semuanya pada orang-orang yang dipercayainya, seperti murabbi misalnya, untuk mencarikan sesuai keinginannya. Jika sudah tahu, isian ini gak perlu dibuat. Ataupun tidak perlu mengisinya dikarenakan ia sudah siap untuk menerima siapa saja yang ditawarkan oleh murabbinya itu.

Boleh-boleh aja menginginkan calon pasangan yang mempunyai kriteria yang diinginkannya misalnya kriteria fisik, seperti cantik. Tetapi adalah hak bagi wanita juga menginginkan untuk mencari pasangan yang gantengnya nggak ketulungan. Lagi-lagi saya cuma mengingatkan menilai dari keimanannya itu lebih selamat.

Keinginan seperti calon suami bisa baca alqur’an, hafal 30 juz, hafal hadits, bisa menjadi imam sholat untuk dirinya dan keluarganya, yang sholih atau sholihah, lulusan pesantren, bisa baca kitab kuning, biru, ijo, dan warna-warna yg lainnya, aktivis harokah (pergerakan), ahlulmasjid, akhlaknya baik, tidak pemarah dan lain sebagainya juga gak papa untuk ditulis. Tetapi sebainya cukuplah dengan pemahaman bahwa gak ada manusia yang sempurna di dunia ini kecuali Rasulullah SAW, sudah bisa menjadi batasan bahwa ketika ada calon pasangan yang ada tanda-tanda keshalehan pada dirinya dan memenuhi kriteria itu walaupun cuma satu, ia dapat menerimanya dengan baik dan tidak bisa untuk ditolak.

WARNING: Format biodata ini cuma boleh digunakan oleh yang berhak! Dalam artian hanya untuk mereka yang sudah benar-benar siap buat melangkah ke jenjang pernikahan. Yang belum siap mendingan banyakin shaum senin kamis aja dah! Lebih bagus lagi shaum Daud aja sekalian. Biar lebih mantabbb...!!!

http://mujahidsamurai.multiply.com/journal/item/142